Jumat, 25 Maret 2016
Ilmu Dunia, Engkau Lebih Paham
Untuk ilmu dunia, engkau lebih paham. Beda dengan ilmu
agama, kita harus bertanya pada Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Seringkali kita mendengar pertanyaan, mengapa harus
dibeda-bedakan antara ilmu syar’i dengan ilmu dunia? Bukankah keduanya berasal
dan bersumber dari ilmu Allah Ta’ala? Bukankah ilmu dunia juga penting
dipelajari untuk kemaslahatan kaum muslimin? Demikian pula kita dapati sebagian
orang yang menyampaikan dalil-dalil tentang keutamaan ilmu, baik dalil Al-Qur’an
maupun As-Sunnah, namun untuk mendorong orang agar semangat belajar dan meraih
ilmu dunia.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak lebih tahu
tentang ilmu dunia dibandingkan para shahabatnya.
Di antara buktinya adalah hadits dari Anas tentang
mengawinkan kurma. Suatu ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melewati
sahabatnya yang sedang mengawinkan kurma. Lalu beliau bertanya, “Apa ini?” Para
sahabat menjawab, “Dengan begini, kurma jadi baik, wahai Rasulullah!” Beliau
shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu bersabda,
لَوْ لَمْ تَفْعَلُوا لَصَلُحَ
“Seandainya kalian tidak melakukan seperti itu pun,
niscaya kurma itu tetaplah bagus.” Setelah beliau berkata seperti itu, mereka
lalu tidak mengawinkan kurma lagi, namun kurmanya justru menjadi jelek. Ketika
melihat hasilnya seperti itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya,
مَا لِنَخْلِكُمْ
“Kenapa kurma itu bisa jadi jelek seperti ini?” Kata
mereka, “Wahai Rasulullah, Engkau telah berkata kepada kita begini dan begitu…”
Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَنْتُمْ أَعْلَمُ بِأَمْرِ
دُنْيَاكُمْ
“Kamu lebih mengetahui urusan duniamu.” (HR. Muslim, no.
2363)
Demikian pula, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
tidak lebih tahu tentang ilmu pengobatan.
عَنْ سَعْدٍ، قَالَ: مَرِضْتُ
مَرَضًا أَتَانِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَعُودُنِي
فَوَضَعَ يَدَهُ بَيْنَ ثَدْيَيَّ حَتَّى وَجَدْتُ بَرْدَهَا عَلَى فُؤَادِي
فَقَالَ: «إِنَّكَ رَجُلٌ مَفْئُودٌ، ائْتِ الْحَارِثَ بْنَ كَلَدَةَ أَخَا
ثَقِيفٍ فَإِنَّهُ رَجُلٌ يَتَطَبَّبُ فَلْيَأْخُذْ سَبْعَ تَمَرَاتٍ مِنْ
عَجْوَةِ الْمَدِينَةِ فَلْيَجَأْهُنَّ بِنَوَاهُنَّ ثُمَّ لِيَلُدَّكَ بِهِنَّ
“Dari sahabat Sa’ad mengisahkan, pada suatu hari aku
menderita sakit, kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjengukku,
beliau meletakkan tangannya di tengah dadaku, sampai-sampai jantungku merasakan
sejuknya tangan beliau. Kemudian beliau bersabda, ‘Sesungguhnya Engkau
menderita penyakit jantung. Temuilah Al-Harits bin Kaladah dari Bani Tsaqif,
karena sesungguhnya dia adalah seorang tabib (dokter). Dan hendaknya dia
(Al-Harits bin Kaladah) mengambil tujuh buah kurma ‘ajwah, kemudian ditumbuk
beserta biji-bijinya, kemudian meminumkanmu dengannya.” (HR. Abu Daud, no.
3875. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini dha’if)
Dalam hadits di atas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam mengetahui ramuan obat apa yang sebaiknya diminum. Akan tetapi beliau
meminta sahabat Sa’ad radhiyallahu ‘anhu agar membawanya ke Al-Harits bin
Kaladah karena ia adalah seorang dokter kala itu.
Hal ini karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
hanya mengetahui ramuan obat secara umum saja. Adapun Al-Harits bin Kaladah,
sebagai seorang dokter, ia mengetahui lebih detail komposisi, cara meracik,
kombinasi dan indikasinya.
Dalil-dalil di atas menunjukkan bahwa Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak lebih tahu dibandingkan para sahabatnya
tentang ilmu dunia.
Andai saja, kalau yang dimaksud dengan dalil-dalil
Al-Qur’an dan As-Sunnah tentang keutamaan ilmu dan pahala bagi para penuntut
ilmu adalah ilmu dunia, lalu bagaimana mungkinRasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam tidak menjadi yang terdepan dalam hal ini? Dan justru kalah dari para
shahabatnya?
* Diambil dari buku “Mahasantri” karya M. Abduh Tuasikal
dan M. Saifudin Hakim, yang diterbitkan oleh Pustaka Muslim
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
Tidak ada komentar :
Posting Komentar